HEADLINE NEWS

Pelatihan Jurnalistik SPRI  Berlangsung Hangat, 6 Wartawan Senior Beri Materi

By On Selasa, Desember 07, 2021

 

 Pelatihan Jurnalistik SPRI hangat dan sukses



Jakarta, prodeteksi.com ---- Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRI) kembali menggelar pelatihan jurnalistik. Dalam pelatihan kali ini, sebanyak 6 orang wartawan senior dihadirkan sebagai pelatih perofesional. Peserta yang ikut dalam pelatihan ini pun semua berasal dari luar Jakarta. Ada wartawan yang dari Lampung, Riau, Batam, Gorontalo, Tanjung Pinang, Padang, Bandung, Cilacap, Bogor, dan Magelang. 


"Kami sengaja menghadirkan wartawan dan kameramen yang berpengalaman belasan tahun di media Televisi dan koran harian nasional," ujar Hence Mandagi, Ketua Umum DPP SPRI di sela acara pembukaan pelatihan, Senin (6/12/2021). 


Para peserta pelatihan ini dibekali pengetahuan tentang Video Jurnalis dan dasar-dasar kompetensi wartawan muda kameramen. Selain itu, untuk level pemimpin redaksi dan redaktur diberi materi tentang kompetensi Wartawan Utama dan Wartawan Madya. 


Tiga materi ini dipaparkan dalam tiga sesi yang disampaikan secara bergantian oleh pemateri yang berasal dari TV nasional dan media cetak nasional. 


Diawali dengan materi yang disampaikan Fernando, wartawan RCTI, mengenai dasar-dasar jurnalis TV dan dilanjutkan Jimy Chandra dari CNN Indonesia dengan materi Video Jurnalis. 


Pada sesi kedua disampaikan materi tentang kompetensi wartawan utama dan madya oleh Azhar Aziz, mantan wakil pimred Koran Harian Sindo dan Inews, bersama Harwin Brams, wartawan senior jebolan RCTI dan MNC Group. 


Kemudian ditutup sesi ketiga dengan materi dan praktek menjadi video jurnalis berbasis media sosial oleh Chaidar Sulaiman, wartawan Global TV dan Jimmy Wibowo, eks kameramen senior RCTI dan MNC Group. 


 Pelatihan Jurnalistik SPRI


Pelatihan jurnalistik ini khusus untuk skema wartawan muda Kameramen, Madya, dan Utama bagi pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, dan kameramen. 


Pelatihan yang digelar di kantor Dewan Pers Indonesia (DPI) yang berlokasi di Komplek Ketapang Indah Blok B2, Nomor 33 & 34, Jakarta Barat, pada Senin (6/12/2021) ini disambut hangat para peserta yang hadir. 


"Materi dan ilmu yang saya peroleh dari pelatihan ini sungguh sangat mahal karena disampaikan oleh pelatih-pelatih profesional dengan cara penyampaian yang mudah dimengerti. Wawasan dan pengetahuan, serta keahlian saya makin bertambah setelah mengikuti pelatihan ini," ungkap Abdul Wahid, peserta dari Gorontalo. 


Hal yang sama disampaikan Sairudin, wartawan Redaksi Satu.id dari Lampung. "Saya berharap pelatihan seperti ini bisa digelar setiap enam bulan atau minimal setahun sekali," ujarnya. 


Sementara itu, Harwin Brams dalam penyampaian materinya mengatakan, dalam menjalankan profesinya, wartawan memang memiliki resiko tinggi. "Saya hanya ingin berbagi ilmu dan pengalaman kepada peserta agar memperhatikan faktor keselamatan saat melakukan peliputan, serta tekhnik-tekhnik peliputan di lapangan," ungkap Harwin di sela kegiatan. 


Pemateri lainnya, Chaidar Sulaiman menjelaskan tentang bagaimana memproses atau membuat video jurnalis dengan metode edit by camera. Para peserta pada sesi ini disuruh praktek langsung satu persatu di depan kelas. Materi ini sangat diperlukan wartawan untuk mampu memproduksi berita televisi melalui chanel youtube. 


Turut hadir juga di acara pembukaan ini Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Indonesia Soegiharto Santoso. "Karena pelatihan ini menggunakan Standar Kompetensi Kerja Khusus wartawan yang teregistrasi di Kemenaker dan telah mengikuti SOP dari pihak Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), maka sertifikat pelatihan yang dilaksanakan DPP SPRI ini bisa digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti sertifikasi profesi di LSP Pers Indonesia." ujar Hoky sapaan akrabnya. *

SPRI Gelar Pelatihan Pers untuk Persiapan UKW oleh LSP Pers Indonesia

By On Senin, November 29, 2021

 



Jakarta, prodeteksi.com ---- Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRIakan menggelar Pelatihan Jurnalistik untuk Skema Wartawan Muda Kameramen, Madya, dan Utama bagi pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, dan kameramen. Kegiatan ini direncanakan dilaksanakan pada 6 Desember 2021.


Pelatihan bagi wartawan ini serangkaian dengan persiapan pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi Wartawan dan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang akan dilaksanakan di LSP Pers Indonesia. 


"Sekarang ini masih tahapan pelatihan untuk mendukung program sertifikasi profesi wartawan melalui mekanisme yang diakui negara," ungka Hence Mandagi, Ketua DPP SPRI melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi, Senin (29/11/2021). 


Mandagi menambahkan, tenaga pelatih yang dihadirkan pada pelatihan ini adalah wartawan-wartawan  senior yang berpengalaman belasan tahun di media TV nasional dan media mainstream. 


Pemateri terdiri dari, Harwin Brams, Chaidar Sulaiman, Jimy Wibowo, Yaskur Jamhur, Azhar Azis, dan Hence Mandagi. 


Selain kompetensi wartawan, peserta diklat akan dilatih tentang tekhnik khusus menjadi video jurnalis. "Tujuan pelatihan ini untuk menambah pengalaman dan membagi ilmu tentang praktek jurnalistik televisi bagi wartawan. Agar wartawan bisa memproduksi berita berbasis televisi melalui chanel yuotube," pungkas Mandagi yang juga menjabat Ketua LSP Pers Indonesia. 


Jumlah peserta pelatihan ini sengaja dibatasi panitia agar sesuai kapasitas ruangan tempat pelaksanaan. Bagi pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, dan kameramen yang duluan mendaftar dapat menjadi peserta mengingat tempat terbatas hanya 50 orang peserta yang dibagi dua kelas. 


Peserta yang ingin mendaftarkan diri dapat menghubungi bagian pendaftaran di nomor kontak : 081389517337. 


Waktu pelaksanaan diklat pada, Senin 6 Desember 2021 jam 8 pagi sampai dengan jam 5 sore di Ruang Serba Guna kantor Dewan Pers Indonesia. 


Panitia mencatat, peserta yang sudah mendaftar berasal dari berbagai daerah dengan latar belakamg media yang bervariasi. ***

Wijayanto Samirin; "Perumahan Rakyat  Solusi Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi"

By On Sabtu, November 13, 2021

 

 Wijayanto Samirin


Jakarta, prodeteksi.com-----Dalam Webinar yang digelar Bank Tabungan Negara (BTN) dengan tema “Perumahan Rakyat Solusi Bagi Tantangan Sosial dan Perlambatan Ekonomi Pasca Pandemi” Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin sampaikan lima alasan kenapa perumahan rakyat diprioritaskan untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 pada Kamis, (11/11/2021).


"Permasalahannya adalah kita yakin setelah pandemi kita akan recover tapi apakah recover kemudian kita tumbuh di level 5 persen atau kita tumbuh di level persen nah ini yang menjadi krisis pandemi ini spesifik buat kita. Kita perlu solusi yang lebih konkrit dan solusi yang lebih tepat karena resorsis terbatas," ungkap Wijayanto.

Lima alasan yang dimaksud, yaitu; multiplier effect besar dan efisien modal, berdampak pada ekonomi lokal, melibatkan UKM dan menyerap tenaga kerja, immediate impact, dan positive externalities.

Pertama, multiplier effect besar dan efisien modal dibagi menjadi sub sektor terdampak, yaitu program perumahan rakyat berdampak bagi 140-170 sub-sektor lain. Kemudian, direct & indirect multiplier effect yaitu pengalaman di berbagai kota di dunia, affordable housing memberikan direct multiplier effect sebesar 2–4 kali. 


Artinya,  setiap Rp10 dibelanjakan, akan memberikan dampak ekonomi sebesar Rp20 – Rp40 pada tahun yang sama. Indirect multiplier effect yang berkelanjutan terjadi akibat peningkatan belanja kebutuhan terkait rumah (listrik, furniture, dll) yang dilakukan pada tahun-tahun berikutnya.



Selanjutnya efisiensi modal mengingat sektor perumahan rakyat adalah sektor yang highly leverage, pengalaman di berbagai kota di dunia menunjukkan multiplier effect atas modal yang ditanamkan mencapai 10 – 16 kali.


Kedua, berdampak pada ekonomi lokal, ini tentu melibatkan sumber daya lokal termasuk; konsumen atau pembeli, developer, tenaga kerja, kontraktor dan sub-kontraktor, supplier material dan warung makan para tukang.



Saat ini pemerintah sedang berupaya menekan angka kemiskinan, bahkan mentargetkan angka kemiskinan ekstrem mencapai nol pada tahun 2024. Target tersebut mensyaratkan agar pemerintah melakukan upaya pengentasan kemiskinan melalui pendekatan spasial, yaitu fokus pada daerah kantung kemiskinan ekstrem.


Kemudian program perumahan, terutama perumahan rakyat, berdampak besar pada ekonomi lokal, ini merupakan salah satu jawaban atas kebutuhan akan pendekatan spatial bagi pengentasan kemiskinan ekstrem.


Ketiga, melibatkan UKM dan menyerap tenaga kerja akan berdampak terhadap pelaku industri perumahan rakyat diantaranya; developer dan kontraktor/subkon merupakan perusahaan kecil menengah, padat karya serta melibatkan tenaga kerja lokal, termasuk non-skill.



Pembangunan Perumahan rakyat bersifat padat karya.
 Sebagai contoh, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) oleh PUPR senilai Rp 4,78 triliun, telah menyerap 287.000 tenaga kerja.


Dengan kontribusi ekonomi sebesar sekitar 2% GDP, sektor perumahan menyerap 4,23 juta tenaga kerja di Indonesia, bandingkan dengan jumlah total penduduk yang bekerja sebanyak 139 juta; hal ini menunjukkan bahwa sektor perumahan merupakan sektor yang padat karya
.

Kemudian, akibat tren perekonomian yang semakin padat modal sehingga kemampuan menciptakan lapangan kerja semakin terbatas, sector perumahan rakyat bisa diperankan sebagai ”penyelamat.”



Keempat, immediate impact akan membentuk karakteristik sektor perumahan rakyat, seperti; pasar relative sudah terbentuk, ada pent up demand dan pent up supply, bukan merupakan sektor yang kompleks, kebutuhan pendanaan tidak terlalu besar serta perizinan dan kontruksi tidak terlalu lama.


Pasar sektor perumahan rakyat di Indonesia sudah terbentuk, sehingga mekanisme demand, mekanisme supply dan mekanisme financing sudah tersedia. Supply chain yang relatif sederhana, tahap perizinan yang ringkas dan proses konstruksi yang cepat menggambarkan life cycle product yang pendek.


Kemudian, pent up demand yang ditunjukkan oleh besarnya backlog rumah serta tingginya volume transaksi rumah sederhana kendati dalam suasana pandemi, semakin meyakinkan bahwa stimulus ekonomi yang disalurkan lewat program perumahan rakyat akan menghasilkan impak yang cepat/segera.



Kelima, positive externalities perumahan rakyat akan berdampak meningkatkan taraf kesehatan, perbaikan prestasi, pendidikan, stabilitas rumah tangga, meningkatkan martabat dan produktivitas rakyat serta memutus rantai kemiskinan.


Rendahnya PISA score dan tingginya angka stunting di Indonesia, merupakan impact dari buruknya kondisi perumahan rakyat di Indonesia.


Sebuah studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa setiap investasi sebesar USD 1 untuk mengurangi childhood poverty akan menghemat biaya social sebesar USD 7 dimasa mendatang.

Lalu, positive externalities perlu diperhitungkan dalam setiap program perumahan rakyat, feasibility study tidak hanya bergantung pada ROI (Return on Investment), tetapi juga pada SROI (Social Return on Investment).


Nilai social impact yang besar, mestinya menjadi justifikasi bagi Pemerintah untuk memberikan lebih banyak dukungan, termasuk alokasi fiskal.


Lebih lanjut, Wijayanto menuturkan keadaan ekonomi di Indonesia masih dalam kategori yang sehat akan tetapi belum mencapai titik fit.


"Kalau kita lihat di chart itu, ekonomi kita bisa dikatakan selalu sehat, tetapi tidak mencapai titik fit. Artinya ibarat kita sehat dipaksa lari kencang tersengal-sengal, kemudian kapasitas fisik langsung drop kesulitan lari," pungkasnya.****

DP Akui Organisasi Wartawan Penyusun Peraturan Pers

By On Selasa, November 09, 2021




Jakarta, prodeteksi.com-----Dewan Pers akhirnya mengakui swa regulasi atau self regulasi adalah azas yang memberikan kebebasan kepada organisasi pers untuk menyusun peraturan di bidang pers. Dewan Pers hanya melaksanakan memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers. Hal itu disampaikan secara tegas Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh yang dibacakan tiga orang kuasa hukum Dewan Pers secara bergantian pada sidang  uji materi Undang-Undang Pers di Mahkamah Konstitusi, Selasa (9/11/2021). 

 

Ketua Dewan Pers Mohamad Nuh hadir memberikan keterangan selaku pihak terkait dalam perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang Pengujian UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap UUD 1945. Dalam keterangan yang dibacakan kuasa hukumnya, Dewan Pers mengatakan, para pemohon mendalilkan Dewan Pers memonopoli peraturan di bidang pers adalah tidak berdasar sama sekali. “Bahwa tafsir yang pada pokoknya Dewan Pers memonopoli segala peraturan pers sebagai kesesatan pikir dari para pemohon,” tegasnya. 

 

Pada kesempatan yang sama, Dewan Pers menyatakan, secara khusus ditetapkannya Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan yang didalikan pemohon melanggar UU Pers dan Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak berdasar. Karena menurutnya, pihak terkait diberi kewenangan oleh UU Pers untuk meningkatkan kualitas pers nasional. 

 

 Sidang MK secara virtual PC


“Secara demikian peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan diterbitkan sebagai wujud nyata dari fungsi Dewan Pers pada pasal 15 Ayat (2) huruf f,” ungkapnya. Ditambahkannya, apabila mengacu pada putusan pengadilan tinggi DKI sudah tidak relevan, karena mengenai  Uji Kompetensi di BNSP sudah ada putusannya bahwa Pelaksanaan UKW dengan Standar Kompetensi Wartawan dinyatakan sah oleh putusan di PT DKI. 

 

Menanggapi keterangan tertulis pihak terkait Dewan Pers dalam sidang  kali ini, Hans Kawengian selaku Pemohon mengaku puas dan senang karena Dewan Pers sendiri sudah mengakui  di depan Mahkamah Konstitusi dan masyarakat Indonesia melalui tayangan live chanel youtube MK RI, bahwa kewenangan membuat peraturan pers itu ada pada organisasi pers. 

 

Kawengian yang menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah penyusun peraturan pers tentang standar organsiasi wartawan menegaskan, Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Wartawan yang selama ini diterapkan adalah hanya berdasarkan keputusan sepihak oleh Dewan Pers. Peraturan Dewan Pers yang ada selama ini, menurutnya, tidak sah karena itu domainnya organisasi pers.

 

“Sebab hasil keputusan bersama organisasi-organisasi pers pada tahun 2006 yang disebut Dewan Pers sebagai konsensus, tidak ada satupun dari kami yang memberi kewenangan kepada Dewan Pers untuk merubah keputusan tersebut menjadi Peraturan Dewan Pers,” ungkap Hans Kawengian, selaku salah satu peserta yang ikut menandatangani kesepakatan membuat peraturan pers tentang Standar Organisasi Wartawan dan kesepakatan memberi Penguatan Dewan Pers.

 

Hans Kawengian yang kini menjabat Ketua Umum Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI) menegaskan, seharusnya kesepakatan organisasi-organisasi pers tersebut dijadikan peraturan di masing-masing organisasi pers tentang Standar Oganisasi Wartawan. “Celakanya, peraturan yang kita buat itu dijadikan peraturan Dewan Pers secara sepihak pada tahun 2008, lalu dia (DP) secara sepihak pula menyatakan puluhan organisasi-organisasi pers itu bukan konstituen Dewan Pers karena tidak memenuhi standar organisasi wartawan tesebut,” Ujarnya.  

 

“Sehingga sejak 2008 sampai sekarang kami organisasi pers berbadan hukum yang diakui pemerintah tidak lagi dilibatkan, atau hak konstitusi memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers telah dirampas dan dihilangkan secara sepihak oleh  Dewan Pers,”  tutur Hans, selaku salah satu pemohon dalam uji materi UU Pers di MK ini. 

 

Di tempat terpisah, Hence Mandagi selaku pemohon lainnya, mengatakan, dalam sidang di MK sudah jelas dan terang benderang Dewan Pers menyatakan, atas dasar konsensus itu diterjemahkan keputusan bersama organisasi-organisasi pers tersebut menjadi Peraturan Dewan Pers. “Ini yang kami uji materi di MK mengenai kalimat memfasiltasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers, agar tidak bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Mandagi di Jakarta. 

 

Mandagi juga menanggapi miring keterangan Dewan Pers terkait peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan melanggar UU Pers dan UU Ketenagakerjaan adalah tidak relevan karena sudah ada putusan Pengadilan Tinggi DKI yang menyatakan UKW di Dewan Pers sah dan tidak perlu melalui BNSP. 

Karena menurut Mandagi, keterangan tersebut adalah tidak benar. Karena faktanya, Ia mengatakan, putusan Pengadilan Tinggi DKI justeru Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan peraturan Dewan Pers dan pelaksanaan UKW adalah sah dan merupakan bagian dari perundang-undangan telah dibatalkan oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI. 

 

“Putusan PN yang menganggap peraturan Dewan Pers itu sah sudah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi DKI, meski permohonan kami untuk membatalkan peraturan Dewan Pers ditolak kerena dianggap itu kewenangan Mahkamah Agung,” ujar Mandagi. Menurutnya, putusan di PT itu tidak dikasasi oleh pemohon karena syarat pembatalan suatu peraturan di MA, peraturan tersebut yang diuji harus masuk dalam lembar negara dan dianggap sebagai peraturan perundang-undangan. 

 

“Nah peratuan Dewan Pers bukan peraturan perundangan dan tidak ada dalam lembar negara. Jadi tidak mengikat, sehingga kami menganggap tidak perlu kasasi,” ungkap Mandagi yang juga adalah Ketua Dewan Pers Indonesia dan Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia.

 

Sementara itu, pemohon lainnya, Soegiharto Santoso yang ikut hadir dalam sidang kali ini sempat menyapa Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh,  Bahkan Hoky sapaan akrabnya, sempat pula menunjukan Mohammad Nuh ada pada Cover Majalahnya pada saat beliau menjabat Menkominfo. 

Hoky yang berprofesi sebagai wartawan sejak tahun 2001, mengaku heran dengan pernyataan Dewan Pers yang meragukan legal standing pihaknya selaku pemohon.  Menurut Hoky, bahwa Dewan Pers menyatakan pemohon merupakan pengurus organisasi pers dan individu yang jelas keberadaannya tidak menundukan diri pada hukum tersebut yaitu peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan atau tidak pernah ikut UKW di Dewan Pers. 

“Kami justeru tidak mau tunduk pada ketentuan DP tersebut karena praktek UKW di Dewan Pers illegal dan tidak memiliki dasar hukum,” ungkap Hoky. Dia menambahkan, pihaknya kini telah mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi Pers Indonesia melalui  Badan Nasional Sertifikasi Profesi berdasarkan ketentuan UU Ketenagakerjaan. 

 

“Kami memiliki tenaga asesor atau penguji kompetensi yang dilatih secara khusus oleh BNSP, dan Skema kompetensi sudah disahkan oleh BNSP. Selain itu standar kompetensi yang kami gunakan berbasis Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia yang sudah diregistrasi di Kemenaker,” bebernya. 

 

Hoky juga menambahkan, Standar Kompetensi Wartawan yang digunakan Dewan Pers melakukan UKW tidak diakui negara dan tidak sah. “Kami memilih menentukan sikap untuk membentuk Dewan Pers Indonesia agar praktek tidak sah dan melanggar Undang-Undang di Dewan Pers tidak terjadi di Dewan Pers Indonesia. Dan peraturan pers benar-benar diserahkan kewenangannya kepada masing-masing organisasi pers,” pungkasnya.  

 

Dalam sidang ini juga MK telah mengabulkan pemohonan PWI dan LBH Pers untuk menjadi pihak terkait, selanjutnya sidang perkara ini akan dilaksanakan pada 8 Desember 2021. Turut hadir dalam sidang ini kuasa hukum pemohon Vincent Suriadinata, SH., MH dan Christo Laurenz Sanaki, SH. ***

 

Ketum SPRI;  "Terkait Pengusiran Wartawan, Menteri Pertanian Bisa Dipidana 2 Tahun Penjara"

By On Minggu, November 07, 2021

 

 Hence Mandagi, Ketua Umum DPP. SPRI


Jakarta, prodeteksi.com----Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRI), Hence Mandagi menegaskan, jika benar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengusir wartawan yang sedang meliput, maka wajib diproses secara hukum. Dan kepadanya terancam dengan sanksi pidana 2 tahun penjara. 


Menurutnya, pengusiran terhadap wartawan yang sedang meliput berita oleh Menteri Syahrul Yasin Limpo sebagaimana ramai diberitakan sejumlah media di Jambi, adalah perbuatan pidana.  Hal ini diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 


Hence menyebut, pasal pidana dalam UU Pers  saatnya diterapkan ketika wartawan dilarang atau dihalangi melakukan peliputan. Padahal sangat jelas dalam UU Pers disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi wartawan mencari dan memperoleh informasi dipidana 2 tahun penjara dan denda lima ratus juta rupiah," ungkap Mandagi melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi Minggu (7/11/2021). 


Lanjutnya, selama ini perbuatan pidana pelarangan peliputan terhadap wartawan hanya berujung permintaan maaf oleh pelaku. "Namun untuk pembelajaran kepada publik agar kasus serupa tidak terulang lagi, Polri wajib mengusut dan memproses kasus Menteri Yasin Limpo ini usai ketentuan pidana yang berlaku," imbuhnya. *


Ia menyatakan, tindakan yang dilakukan Menteri Yasin Limpo saat kunjungan ke Jambi ini, wajib menjadi perhatian serius Presiden RI Joko Widodo. "Presiden perlu memasukan dalam daftar reshufle, menteri yang tidak menghargai Profesi Wartawan. Terlebih tindakan pengusiran wartawan saat meliput adalah perbuatan pidana menurut UU Pers," pungkasnya.



 Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ketika melakukan pengecekan gudang biji pinang CV. Indokara di Jalan Suak Kandis, Desa Pudak III, Kumpe Ulu, Kabupaten Muaro Jambi


Sebagaimana diinfokan bahwa pengusiran wartawan itu terjadi ketika Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melakukan pengecekan gudang biji pinang CV. Indokara di Jalan Suak Kandis, Desa Pudak III, Kumpe Ulu, Kabupaten Muaro Jambi untuk pelepasan ekspor ke negara Pakistan. 


Dikutif dari global-hukumindonesia.com, bahwa media yang melakukan peliputan itu merupakan media yang terdaftar dalam undangan liputan. Namun sayangnya, menteri pertanian maupun tim mengusir wartawan saat melakukan pengambilan gambar. Tak hanya wartawan saja yang diusir, salah satu crew humas Balai Karantina Pertanian yang melakukan pengambilan gambar juga dikabarkan turut diusir.


Jurnalis kompas TV, Suci Annisa mengakui bahwa saat dirinya melakukan peliputan bersama rekan media yang lain di usir langsung oleh menteri dan dilanjutkan protokol menteri yang hadir saat itu untuk melakukan pengamanan.


"Saat menteri melakukan pengecekan pinang yang akan di ekspor, para wartawan diarahkan oleh protokol untuk berdiri sebelah kiri, namun dari tim menteri melontarkan ucapan "kalau media tidak boleh masuk, media keluar, media jangan ada yang masuk" kata tim menteri", beber reporter Kompas TV.


Suci Annisa telah melaporkan hal ini kepada IJTI Pusat untuk ditindak lanjuti agar tidak ada lagi pihak-pihak yang menghalang-halangi tugas seorang Jurnalis.


Pasalnya, tidakan menteri pertanian  itu  dinilai tidak menghargai Profesi Wartawan yang tengah bertugas. Dan jelas bertentangan dengan UU Pers No 40 tahun 1999 dimana menghalang-halangi tugas wartawan dan tidak menghargai kemerdekaan Pers.  *****red

3 Milenial Urban jadi Tamu Istimewa Gubernur Anies Baswedan

By On Senin, November 01, 2021

 


Jakarta, prodeteksi.com-----Gubernur Anies Baswedan kedatangan tamu istimewa di Balai Kota, pada Jumat kemarin, (29/10). Mereka adalah tiga anak muda milenial urban yaitu Irwan Adi Rusmantyo, Kartika Fitri Ampiranti dan Pandu Chandra Putra Raka Bhimawan. 


Mereka telah berhasil menarik perhatian Anies karena sebagai generasi muda masih mau melestarikan dan mengembangkan budaya adiluhung bangsa, wayang orang.


Bagaimana tidak, budaya pop dari luar negeri terus menghegemoni tren masa kini. Terlebih lagi dalam kondisi pandemi Covid-19 para milenial urban tersebut mampu mempertahankan dan melestarikan budaya wayang orang yang pementasannya juga sangat dibatasi seperti seni pertunjukan yang lain. Akibatnya bukan hanya budaya luar terus masuk melalui layanan streaming, tapi banyak juga dari para seniman beralih profesi akibat pandemi.

Singkatnya, dalam kunjungan ketiga pemuda itu ke Balaikota DKI menemui Gubernur Anies, Teguh Ampiranto sebagai Ketua Umum Paguyuban Wayang Orang Bharata (WOB) atau akrab disapa Kenthus juga hadir dengan mengenakan busana Jawa (beskap). Kedatangan seniman itu mendampingi seniman Milenial Irwan, Kartika, dan Raka yang mengenakan busana lengkap Rama, Shinta dan Hanoman.  Sangat otentik dan kental dengan ciri khas pementas wayang, tentu ini menarik semua orang di Balaikota.

Irwan, Kartika, dan Pandu pun nampak antusias ketika menghadap Anies. Tekad mereka melestarikan dan mengembangkan wayang orang sebagai kesenian Indonesia begitu kuat. Terlihat ketika ketiganya berdiri bersama Anies, dan memperkenalkan cerita wayang Rama dan Shinta. Anies pun turut antusias dengan menirukan sedikit gerakan tarian dengan mengangkat tangan kanan di atas pinggang dan tangan kiri dibawahnya serta melentikkan jari khas tarian wayang.

Antusiasme Anies ini membakar optimisme tiga serangkai anak muda yang peduli budaya bangsa, untuk terus mementaskan wayang orang hingga ke luar negeri --Begitu cita-cita mereka--. Tidak mau kalah dengan gelombang budaya luar yang kini digemari anak muda di Indonesia terlebih sangat mudah mengakses dengan layanan internet.

Sebagi bukti pelestarian dan pengembangan budaya, Kenthus menginformasikan bahwa WOB akan merayakan ulang tahun ke-50. Ini tentu saja sebuah oase ketika seni pertunjukan mati suri akibat Pandemi, WOB bertahan di ulang tahun emasnya. Meskipun kondisinya memang sulit.

"Gara-gara pandemi, WOB yang tadinya berpentas hampir setiap minggu, saat ini hanya beberapa kali saja tiap tahunnya," ungkap Kenthus.

Dalam kesempatan tersebut Kenthus mengundang Gubernur Anies Baswedan, untuk berkenan mengunjungi basecamp mereka di kawasan Senen, untuk melihat para seniman berlatih menari sekaligus berdialog dengan mereka.

Anies yang tertarik dengan cerita dan semangat dari para seniman tersebut pun menyatakan kesanggupannya untuk datang mengunjungi base camp mereka di daerah Senen Jakarta Pusat.

"Insya Allah dalam waktu dekat saya akan bertandang ke sana, kita akan diskusikan cara terbaik untuk melestarikan budaya adiluhung ini" kata Anies.

Gubernur Anies juga mengapresiasi persistensi, kreatifitas, dan semangat para seniman dan pengurus WOB. Kata Anies, tanpa sosok seperti mereka, menurutnya tidak akan ada lagi generasi yang dapat mengenal budaya turun menurun tersebut. Apalagi wayang orang tidak hanya enak untuk ditonton, tetapi juga penuh wisdom yaitu tontonan sekaligus menjadi tuntunan.

Iwan Wardana, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mengatakan, saat pandemi ini banyak kesenian yang terancam punah, sekitar 39%. Hal ini karena proses berkesenian nyaris berhenti, dan banyak seniman terpaksa beralih profesi.

"Pemprov DKI Jakarta terus berusaha membantu para seniman, supaya bisa melewati pandemi dan kesenian tetap lestari," kata Iwan.

Untuk WOB, sampai saat ini regenerasi terus berjalan dengan baik, hingga saat ini generasi milenial yang tertari menjadi penari atau sekedar penikmat wayang terus bermunculan. Saat ini sudah generasi ke-9. Dengan dukungan dari berbagai pihak, baik swasta maupun pemerintah, WOB yakin akan terus survive dan berkembang melewati ujian waktu, menebarkan wisdom yang dibawa dari generasi ke generasi.

Seperti diketahui WOB adalah sebuah paguyuban yang didirikan sejak 5 Juli 1972, tetap bertahan hingga saat ini, didukung oleh 150-an seniman, yang mayoritas menjadikan penari wayang sebagai profesi tetap. Hadirnya tiga seniman Milenial Irwan, Kartika, dan Raka seakan membuktikan bahwa kesenian wayang orang bukan hanya akan tetap ada namun dapat berkembang hingga ultah ke-50 berikutnya seperti diharapkan Anies.****

Di Sidang MK, Presiden Nyatakan Dewan Pers adalah Fasilitator

By On Senin, Oktober 11, 2021

 

Ketua Majelis Hakim MK, Arief Hidayat

 

Jakarta, prodeteksi.com----Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberikan keterangan tertulis secara daring pada sidang Uji Materi pasal 15 Ayat (2) huruf f dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (11/10/2021) siang. Keterangan tertulis Presiden Joko Widodo disampaikan melalui kuasa hukumnya Menteri Hukum dan Ham RI Yasona Laoli dan Menteri Kominfo Johny Plate yang dibacakan langsung oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong. 


Menurut Presiden, pasal 15 Ayat (2) huruf f bukanlah ketentuan yang sumir untuk ditafsirkan, rumusannya sudah sangat jelas dalam memberikan suatu pemaknaan bahwa fungsi Dewan Pers adalah fasilitator dalam penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers. 


“Memperhatikan definisi kata memfasilitasi tersebut maka maknanya, Dewan Pers tidak bertindak sebagai lembaga pembentuk atau regulator karena berdasarkan ketentuan a quo UU pers, penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers dilakukan oleh organisasi-organisasi pers. Hal tersebut telah secara jelas disebutkan setelah kata memfasilitasi dalam ketentuan a quo terdapat frasa organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers.  Sehingga rumusan tersebut tidak dapat ditafsirkan menghalangi hak organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Namun justeru Dewan Pers yang memfasiltasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers,” paparnya. 


 Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong. 



Presiden juga menjelaskan, dalam implementasinya berkenaan dengan peraturan-peraturan yang disusun oleh organisasi pers, diterbitkan sebagai peraturan Dewan Pers, hal tersebut lebih kepada konsensus di antara organisasi-organisasi pers agar terciptanya suatu peraturan-peraturan pers yang kohesif yang dapat memayungi seluruh insan pers sehingga tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan justru bertentangan dan menyebabkan ketidakpastian hukum, dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat. 


Pada bagian lain, Presiden menjelaskan, apabila para pemohon mendalilkan organisasinya bernama Dewan Pers Indonesia maka itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) UU Pers. “Berdasaran hal tersebut Dewan Pers Indonesia, organisasi atau forum organisasi pers yang menjadi anggotanya tidak memerlukan penetapan dari presiden dalam bentuk keputusan presiden. Dan tidak ditangapinya permohonan penetapan anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif yang melanggar UUD 1945 melainkan suatu tindakan yang telah sesuai dengan hukum yang berlaku,” urainya.


Pada kesempatan yang sama, Anggota Majelis Hakim Saldi Isra meminta kepada pihak pemerintah supaya Mahkamah Konstitusi diberi tambahan keterangan terutama tentang risalah pembahasan terkait dengan perumusan konstruksi Pasal 15 Ayat (2) dan ayat (3) UU Pers.  “Kami perlu tahu apa yang disampaikan oleh para penyusun UU itu. Karena kami khawatir bisa saja apa yang dikemukakan oleh pemerintah adalah pemahaman tentang hari ini. Oleh karena itu kami (perlu) dibantu agar tidak terjadi keterputusan semangat yang ada dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Pers tersebut untuk membantu kami secara komprehensif memahami dua norma yang diuji materi oleh pemohon,” tandasnya. 


Sementara Anggota Majelis Hakim Suhartoyo menanggapi langsung pernyataan pemerintah yang mempertanyakan legal standing pemohon. “Sebenarnya kami tidak begitu memerlukan keterangan soal legal standing yang disampaikan pemerintah karena itu menjadi wilayah mahkamah untuk mencermati dan menilai. Tapi sebagiamana keterangan dari Presiden itu selalu mempersoalkan pada legal standing padahal diperlukan sesungguhnya adalah substansi dari pada yang dipersoalkan atau norma yang dipersoalkan oleh pemohon itu,” kata Suhartoyo. 


Karena sudah mengaitkan dengan legal standing maka, Suhartoyo mempertanyakan, bagaimana kementerian Kominfo ikut mengendalikan soal organisasi pers ini. “Karena hal itu penting untuk kaitannya dengan legal standing yang dipersoalkan di keterangan presiden itu. Bisa ditambahkan organsiasi apa saja yang kemudian terdaftar dan memenuhi, persyaratan bagaimana respon pemerintah dengan organisasi yang menurut saya itu ada beberapa yang memang di luar itu. Apakah kemudian tetap diserahkan kepada dewan pers melalui konsensusnya itu ataukah ada persyaratan yang secara yuridis tidak terpenuhi,” ungkapnya.


Sedangkan Ketua Majelis Hakim Anwar Usman mengatakan, keterangan pemerintah sudah cukup lengkap. “Dan ini tumben dilampiri dengan daftar bukti pemerintah yang berupa memori fantulikting yang dikaitkan dengan apa yang diujikan,” ujar Usman. 


Usman juga meminta pihak terkait Dewan Pers untuk memberi keterangan terkait praktek dewan pers selama ini. “Mahkamah meminta dijelaskan praktek selama ini dan bagimana keunggulan kelebihan yang selama ini terjadi dalam rangka Dewan Pers itu bisa menjadi satu garda terdepan dalam rangka menjaga pemberitaan yang dilakukan media cetak maupun elektronik, dan media sosial bisa betul-betul mengawal berita-berita yang bertanggungjawab, objektif, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (bukan) berita yang malah bisa merusak kohesi nasional selama ini,”ujarnya. 


Daniel Yusman, Angota Majelis Hakim lainnya, juga meminta penjelasan pemerintah dan pihak terkait mengenai jumlah perusahaan pers dan jumlah organsiasi pers. Selain itu Yusman meminta keterangan mengenai sejarah sejak perubahan UU Pers apakah pernah tidak di SK kan oleh Presiden, atau selama ini setelah perubahan selalu ada SK Presiden terkait pengakatan anggota Dewan Pers. 


“Karena dalam permohonan pemohon semangatnya berharap presiden hanya menjalankan fungsi administratif jadi tidak ada kewenangan untuk tidak mengeluarkan SK Presiden,” ujarnya.


Menanggapi keterangan Presiden, Hence Mandagi selaku pemohon membantah pernyataan pemerintah bahwa bahwa sejak UU Pers berlaku selama 22 tahun tidak ada pemohon yang mempermasalahkan ketentuan a quo namun begitu ada implementasi yang tidak menguntungkan para pemohon maka baru mengajukan uji materi. “Faktanya organisasi dan wartawan sering melakukan protes atas kebijakan dan peraturan Dewan Pers baik di Gedung DPR RI maupun di depan Gedung Dewan Pers. Dan memuncak pada tahun 2018 lalu. Bahkan pelaksanaan Musyawarah Besar Pers Indonesia 2018 dan Kongres Pers Indonesia 2019, termasuk gugatan di PN Jakata Pusat adalah wujud protes terhadap kebijakan Dewan Pers yang banyak menyebabkan terjadinya kriminalisasi pers di berbagai daerah, dan termasuk protes terhadap peraturan Dewan Pers yang mengambil alih kewenangan organisasi pers,” ungkap Mandagi.


Bahwa pemerintah juga mengungkapkan telah ada keputusan sengketa pers yang sudah berkekuatan hukum tetap hingga ke tingkat Pengadilan Tinggi atas gugatan yang diajukan Ketum SPRI Hence Mandagi dan Ketum PPWI Wilson Lalengke, sesunguhnya ada informasi yang tidak diungkap secara utuh oleh pemerintah bahwa Keputusan Majelis Hakim tingkat Pengadilan Tinggi memang tidak mengabulkan gugatan pemohon namun telah menerima permohonan penggugat untuk membatalkan keputusan majelis hakim tingkat PN yang menyatakan peraturan Dewan Pers adalah merupakan peraturan perundang-undangan. “Kami tidak memilih kasasi ke Mahkamah Agung RI karena syarat pembatalan sebuah peraturan lembaga di Mahkamah Agung adalah peraturan tersebut harus merupakan peraturan perundang-undangan dan masuk dalam lembar negara. Sementara peraturan Dewan Pers bukan peraturan perundangan karena sudah dibatalkan di tingkat PN dan peraturan Dewan Pers tidak ada dalam lembar negara yang bisa dibatalkan oleh MA,” katanya lagi.


Sementara pernyataan Presiden bahwa pelaksanaan pemilihan Anggota Dewan Pers Indonesia tidak ada cerminan dari pasal aquo karena dilakukan tanpa menggunakan perwakilan unsur melainkan hanya berdasarkan Kongres Pers yang demokratis, menurut Mandagi adalah tidak benar. “Pelaksanaan pemilihan anggota Dewan Pers Indonesia pada Kongres Pers dilakukan berdasarkan pengusulan nama-nama calon yang mewakili unsur wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan, pimpinan perusahaan pers yang dipilih organsiasi perusahaan pers, dan  tokoh masyarakat, ahli di bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Buktinya dalam daftar anggta Dewan Pers terdapat nama-nama yang berasal dari tokoh masyarakat dan ahli di bidang komunikasi, salah satunya adalah pakar komunikasi Emrus Sihombing,” papar Mandagi. 


Pemohon lainnya, Soegiharto Santoso usai persidangan mengatakan, pihaknya memberi apresiasi atas kehadiran Presiden melalui keterangan tertulis yang disampaikan oleh kuasa hukum Menteri Kominfo dan Menkumham RI. 


“Saya menilai apa yang sudah disampaikan Presiden makin memperjelas bahwa kewenangan membuat peraturan pers ada pada organisasi-organisasi pers bukan oleh Dewan Pers. Jadi selama ini peraturan Dewan Pers yang mengatasnamakan konsensus dengan para pimpinan organisasi pers seharusnya tidak boleh diterjemahkan menjadi peraturan Dewan Pers. Seharusnya konsensus itu harus diterapkan dan ditetapkan dengan Surat Keputusan oleh masing-masing organisasi pers menjadi Peraturan Pers secara serentak dan seragam di seluruh organisasi pers termasuk kode etik jurnalistik,” ungkap Soegiharto yang juga menjabat Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Indonesia, serta sempat menjadi ketua panitia kongres Pers Indonesia tahun 2019 di Gedung Asrama Haji Pondok Gede Jakarta. 


Namun menurut Hoky sapaan akrabnya, dalam prakteknya Dewan Pers justru membuat konsensus itu menjadi peraturan Dewan Pers dan menerapkannya kepada seluruh organisasi pers, kemudian menghilangkan hak organisasi pers untuk memilih dan dipilih menjadi anggota Dewan Pers dengan cara menentukan secara sepihak organisasi pers yang jadi konstituennya. “Hampir seluruh organisasi pers yang membuat konsensus dinyatakan secara sepihak oleh Dewan Pers bukan lagi sebagai konstituennya sehingga tidak berhak lagi mengajukan calon dan memilih anggota Dewan Pers,” ungkap Hoky mengurai fakta sejarahnya.


Sementara itu, di luar persidangan, Ketua Persatuan Wartawan Mingguan Indonesia Gusti Suryadarma yang ikut menyaksikan jalannya persidangan melalui chanel youtube MK, mengatakan, pemerintah kelihatan jelas tidak tahu apa yang terjadi di insan pers Indonesia selama ini. Pemerintah menurutnya, tidak tahu ada kezaliman, ketidakadilan, dan ketidakpastian hukum, dan bahkan cenderung ke arah pelanggaran hukum. “Pemerintah mengatakan Dewan Pers menjalankan fungsinya sesuai UU Pers, namun pemerintah tidak tahu bahwa Dewan Pers sudah berubah fungsi menjadi eksekutor yang mengakibatkan kerugian materi berbagai pihak dan bahkan terjadi kriminalisasi wartawan dan perpecahan insan pers nasional. Kebijakan Dewan Pers yang melampaui kewenangannya siapa yang bertanggung-jawab? Makanya Pasal 15 UU Pers perlu direvisi,” kata Gusti.


Sidang lanjutan perkara nomor 38/PUU-XIX/2021 akan dilaksanakan pada Selasa 9 November 2021 jam 11.00 wib untuk mendengarkan keterangan pihak DPR RI dan pihak terkait Dewan Pers. **

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *