HEADLINE NEWS

DP Akui Organisasi Wartawan Penyusun Peraturan Pers

By On Selasa, November 09, 2021




Jakarta, prodeteksi.com-----Dewan Pers akhirnya mengakui swa regulasi atau self regulasi adalah azas yang memberikan kebebasan kepada organisasi pers untuk menyusun peraturan di bidang pers. Dewan Pers hanya melaksanakan memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers. Hal itu disampaikan secara tegas Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh yang dibacakan tiga orang kuasa hukum Dewan Pers secara bergantian pada sidang  uji materi Undang-Undang Pers di Mahkamah Konstitusi, Selasa (9/11/2021). 

 

Ketua Dewan Pers Mohamad Nuh hadir memberikan keterangan selaku pihak terkait dalam perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang Pengujian UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap UUD 1945. Dalam keterangan yang dibacakan kuasa hukumnya, Dewan Pers mengatakan, para pemohon mendalilkan Dewan Pers memonopoli peraturan di bidang pers adalah tidak berdasar sama sekali. “Bahwa tafsir yang pada pokoknya Dewan Pers memonopoli segala peraturan pers sebagai kesesatan pikir dari para pemohon,” tegasnya. 

 

Pada kesempatan yang sama, Dewan Pers menyatakan, secara khusus ditetapkannya Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan yang didalikan pemohon melanggar UU Pers dan Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak berdasar. Karena menurutnya, pihak terkait diberi kewenangan oleh UU Pers untuk meningkatkan kualitas pers nasional. 

 

 Sidang MK secara virtual PC


“Secara demikian peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan diterbitkan sebagai wujud nyata dari fungsi Dewan Pers pada pasal 15 Ayat (2) huruf f,” ungkapnya. Ditambahkannya, apabila mengacu pada putusan pengadilan tinggi DKI sudah tidak relevan, karena mengenai  Uji Kompetensi di BNSP sudah ada putusannya bahwa Pelaksanaan UKW dengan Standar Kompetensi Wartawan dinyatakan sah oleh putusan di PT DKI. 

 

Menanggapi keterangan tertulis pihak terkait Dewan Pers dalam sidang  kali ini, Hans Kawengian selaku Pemohon mengaku puas dan senang karena Dewan Pers sendiri sudah mengakui  di depan Mahkamah Konstitusi dan masyarakat Indonesia melalui tayangan live chanel youtube MK RI, bahwa kewenangan membuat peraturan pers itu ada pada organisasi pers. 

 

Kawengian yang menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah penyusun peraturan pers tentang standar organsiasi wartawan menegaskan, Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Wartawan yang selama ini diterapkan adalah hanya berdasarkan keputusan sepihak oleh Dewan Pers. Peraturan Dewan Pers yang ada selama ini, menurutnya, tidak sah karena itu domainnya organisasi pers.

 

“Sebab hasil keputusan bersama organisasi-organisasi pers pada tahun 2006 yang disebut Dewan Pers sebagai konsensus, tidak ada satupun dari kami yang memberi kewenangan kepada Dewan Pers untuk merubah keputusan tersebut menjadi Peraturan Dewan Pers,” ungkap Hans Kawengian, selaku salah satu peserta yang ikut menandatangani kesepakatan membuat peraturan pers tentang Standar Organisasi Wartawan dan kesepakatan memberi Penguatan Dewan Pers.

 

Hans Kawengian yang kini menjabat Ketua Umum Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI) menegaskan, seharusnya kesepakatan organisasi-organisasi pers tersebut dijadikan peraturan di masing-masing organisasi pers tentang Standar Oganisasi Wartawan. “Celakanya, peraturan yang kita buat itu dijadikan peraturan Dewan Pers secara sepihak pada tahun 2008, lalu dia (DP) secara sepihak pula menyatakan puluhan organisasi-organisasi pers itu bukan konstituen Dewan Pers karena tidak memenuhi standar organisasi wartawan tesebut,” Ujarnya.  

 

“Sehingga sejak 2008 sampai sekarang kami organisasi pers berbadan hukum yang diakui pemerintah tidak lagi dilibatkan, atau hak konstitusi memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers telah dirampas dan dihilangkan secara sepihak oleh  Dewan Pers,”  tutur Hans, selaku salah satu pemohon dalam uji materi UU Pers di MK ini. 

 

Di tempat terpisah, Hence Mandagi selaku pemohon lainnya, mengatakan, dalam sidang di MK sudah jelas dan terang benderang Dewan Pers menyatakan, atas dasar konsensus itu diterjemahkan keputusan bersama organisasi-organisasi pers tersebut menjadi Peraturan Dewan Pers. “Ini yang kami uji materi di MK mengenai kalimat memfasiltasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers, agar tidak bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Mandagi di Jakarta. 

 

Mandagi juga menanggapi miring keterangan Dewan Pers terkait peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan melanggar UU Pers dan UU Ketenagakerjaan adalah tidak relevan karena sudah ada putusan Pengadilan Tinggi DKI yang menyatakan UKW di Dewan Pers sah dan tidak perlu melalui BNSP. 

Karena menurut Mandagi, keterangan tersebut adalah tidak benar. Karena faktanya, Ia mengatakan, putusan Pengadilan Tinggi DKI justeru Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan peraturan Dewan Pers dan pelaksanaan UKW adalah sah dan merupakan bagian dari perundang-undangan telah dibatalkan oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI. 

 

“Putusan PN yang menganggap peraturan Dewan Pers itu sah sudah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi DKI, meski permohonan kami untuk membatalkan peraturan Dewan Pers ditolak kerena dianggap itu kewenangan Mahkamah Agung,” ujar Mandagi. Menurutnya, putusan di PT itu tidak dikasasi oleh pemohon karena syarat pembatalan suatu peraturan di MA, peraturan tersebut yang diuji harus masuk dalam lembar negara dan dianggap sebagai peraturan perundang-undangan. 

 

“Nah peratuan Dewan Pers bukan peraturan perundangan dan tidak ada dalam lembar negara. Jadi tidak mengikat, sehingga kami menganggap tidak perlu kasasi,” ungkap Mandagi yang juga adalah Ketua Dewan Pers Indonesia dan Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia.

 

Sementara itu, pemohon lainnya, Soegiharto Santoso yang ikut hadir dalam sidang kali ini sempat menyapa Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh,  Bahkan Hoky sapaan akrabnya, sempat pula menunjukan Mohammad Nuh ada pada Cover Majalahnya pada saat beliau menjabat Menkominfo. 

Hoky yang berprofesi sebagai wartawan sejak tahun 2001, mengaku heran dengan pernyataan Dewan Pers yang meragukan legal standing pihaknya selaku pemohon.  Menurut Hoky, bahwa Dewan Pers menyatakan pemohon merupakan pengurus organisasi pers dan individu yang jelas keberadaannya tidak menundukan diri pada hukum tersebut yaitu peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan atau tidak pernah ikut UKW di Dewan Pers. 

“Kami justeru tidak mau tunduk pada ketentuan DP tersebut karena praktek UKW di Dewan Pers illegal dan tidak memiliki dasar hukum,” ungkap Hoky. Dia menambahkan, pihaknya kini telah mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi Pers Indonesia melalui  Badan Nasional Sertifikasi Profesi berdasarkan ketentuan UU Ketenagakerjaan. 

 

“Kami memiliki tenaga asesor atau penguji kompetensi yang dilatih secara khusus oleh BNSP, dan Skema kompetensi sudah disahkan oleh BNSP. Selain itu standar kompetensi yang kami gunakan berbasis Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia yang sudah diregistrasi di Kemenaker,” bebernya. 

 

Hoky juga menambahkan, Standar Kompetensi Wartawan yang digunakan Dewan Pers melakukan UKW tidak diakui negara dan tidak sah. “Kami memilih menentukan sikap untuk membentuk Dewan Pers Indonesia agar praktek tidak sah dan melanggar Undang-Undang di Dewan Pers tidak terjadi di Dewan Pers Indonesia. Dan peraturan pers benar-benar diserahkan kewenangannya kepada masing-masing organisasi pers,” pungkasnya.  

 

Dalam sidang ini juga MK telah mengabulkan pemohonan PWI dan LBH Pers untuk menjadi pihak terkait, selanjutnya sidang perkara ini akan dilaksanakan pada 8 Desember 2021. Turut hadir dalam sidang ini kuasa hukum pemohon Vincent Suriadinata, SH., MH dan Christo Laurenz Sanaki, SH. ***

 

Junjung Produk Pers, SPRI Apresiasi Langkah Kapolres Alor

By On Minggu, Oktober 24, 2021

 

 Kapolres Alor NTT, AKBP Agustinus Christmas Tri Suryanto


Medan, prodeteksi.com---- Terbaik! Mungkin kata itu paling tepat saat ini disematkan kepada Kapolres Alor NTT, AKBP Agustinus Christmas Tri Suryanto. Alasannya, perwira berpangkat Melati Dua itu baru saja mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3) terhadap karya jurnalistik yang dilaporkan oleh Ketua DPRD Alor Enny Anggrek beberapa waktu lalu.


Memang langkah yang ditempuh AKBP Agustinus Christmas bukan hal baru dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana (Tipid) yang ditangani oleh institusi Tribarata.


Dalam beberapa kasus delik aduan dugaan Tipid di berbagai wilayah di tanah air, penyelidik selalu mempertimbangkan aspek yuridis termasuk saat menangani perkara lex specialis derogat legi generali, lalu memutuskan, apakah perkara tersebut perlu ditingkatkan ke tahap ke Penyidikan. Atau bahkan harus dihentikan termasuk delik aduan sekalipun yang diterima Polisi.


Menariknya Polres Alor dibawa komando AKBP Agustinus Christmas saat ini terbilang sangat bijak dalam menangani delik aduan terhadap produk Pers (lex specialis derogat legi generali). Tentu ada alasan dibalik pertimbangan tersebut, tidak hanya menghormati adanya MoU antara Kapolri dan Dewan Pers dalam menyelesaikan sengketa Pers. 


Mantan Kasubdit II Direktorat Intelkam Polda Maluku itu tergolong Kapolres yang menghormati mekanisme yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.


Hal itu dilakukan Agustinus lewat laporan dugaan pelanggaran UU ITE diadukan Enyy Anggrek kepada Dematrius Mesak Mautuka selaku Pemimpin redaksi (Pemred) media siber Tribuanapos.net melalui Dewan Pers. Langkah Kapolres Alor itu patut dipuji dan dicontoh oleh Polda dan Polres di tanah air.


"Kami DPP SPRI sangat mengapresiasi dan kami layak memberikan dua jempol tanda terbaik kepada Kapolres Alor AKBP Agustinus Christmas karena beliau sangat menghormati asas, norma dan mekanisme yang diatur oleh UU Pers," kata Koordinator Wilayah (Koorwil) Barat Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRI) Devis Abuimau Karmoy dalam keterangan persnya, Minggu (24/10/2021) siang, di Medan.


Pria kelahiran Maritaing (Alor, NTT) pada 38 tahun lalu itu, menyebutkan bahwa sejatinya langkah yang dilakukan Polisi pada awal menerima laporan/pengaduan masyarakat terhadap produk pers, adalah meminta keterangan ahli di Dewan Pers sebagaimana diatur dalam poin-poin MoU Kapolri-Dewan Pers.


Menariknya, kata Devis, dalam keterangannya Dewan Pers tidak mempersoalkan status Pemimpin Redaksi Tribuanapos.net seperti kompetensi secara berjenjang termasuk verifikasi maupun non verifikasi sebagaimana yang diatur dalam kebijakan Dewan Pers.


"Produk pers berupa tulisan, baik opini, fakta jurnalis dan kritik pers harusnya dihormati semua pihak. Sehingga sebisa mungkin menghindari upaya kriminalisasi terhadap karya jurnalistik yang telah di publish. Sikap Kapolres Alor AKBP Agustinus Christmas harus menjadi contoh yang bagi semua pihak," tandas Devis Karmoy.


Sebelumnya pada 22 Mei 2020 lalu, Polres Alor menerima pengaduan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek. Politisi PDI Perjuangan kabupaten Alor itu melaporkan pemred Tribuanapos.net dengan tuduhan pelanggaran UU ITE.


Penyidik di Polres Alor pun sempat melakukan penyelidikan termasuk memeriksa sejumlah saksi itu sempat dilakukan proses penyelidikan oleh Penyidik Polres Alor.


Laporan Enny Anggrek terkait video yang tayang di portal Tribuanapos.net, video tersebut berisi sidang Kode Etik terhadap enam anggota DPRD Alor pada tanggal 4 dan 5 Mei 2020 yang berujung kisruh.


Video itu sempat viral dan menjadi perbincangan warganet. Lantaran tidak terima dengan produk pers itu, Ketua DPRD Alor lantas mengadukan Dematrius Mesak Mautuka ke Polres Alor.


Namun, laporan Ketua DPRD Alor itu mendapat pertimbangan dari Dewan Pers atas permintaan tertulis dari Polres Alor kepada Dewan Pers sebagai saksi ahli. Dewan Pers menyimpulkan bahwa konten video yang ditayangkan Tribuanapos.net merupakan karya jurnalistik sehingga tidak dapat dipidana. 


Jawaban Dewan Pers kemudian dijadikan rujukan Polres Alor dengan menghentikan proses penyelidikan atas pengaduan Ketua DPRD Alor.***

Di Sidang MK, Presiden Nyatakan Dewan Pers adalah Fasilitator

By On Senin, Oktober 11, 2021

 

Ketua Majelis Hakim MK, Arief Hidayat

 

Jakarta, prodeteksi.com----Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberikan keterangan tertulis secara daring pada sidang Uji Materi pasal 15 Ayat (2) huruf f dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (11/10/2021) siang. Keterangan tertulis Presiden Joko Widodo disampaikan melalui kuasa hukumnya Menteri Hukum dan Ham RI Yasona Laoli dan Menteri Kominfo Johny Plate yang dibacakan langsung oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong. 


Menurut Presiden, pasal 15 Ayat (2) huruf f bukanlah ketentuan yang sumir untuk ditafsirkan, rumusannya sudah sangat jelas dalam memberikan suatu pemaknaan bahwa fungsi Dewan Pers adalah fasilitator dalam penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers. 


“Memperhatikan definisi kata memfasilitasi tersebut maka maknanya, Dewan Pers tidak bertindak sebagai lembaga pembentuk atau regulator karena berdasarkan ketentuan a quo UU pers, penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers dilakukan oleh organisasi-organisasi pers. Hal tersebut telah secara jelas disebutkan setelah kata memfasilitasi dalam ketentuan a quo terdapat frasa organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers.  Sehingga rumusan tersebut tidak dapat ditafsirkan menghalangi hak organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Namun justeru Dewan Pers yang memfasiltasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers,” paparnya. 


 Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong. 



Presiden juga menjelaskan, dalam implementasinya berkenaan dengan peraturan-peraturan yang disusun oleh organisasi pers, diterbitkan sebagai peraturan Dewan Pers, hal tersebut lebih kepada konsensus di antara organisasi-organisasi pers agar terciptanya suatu peraturan-peraturan pers yang kohesif yang dapat memayungi seluruh insan pers sehingga tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan justru bertentangan dan menyebabkan ketidakpastian hukum, dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat. 


Pada bagian lain, Presiden menjelaskan, apabila para pemohon mendalilkan organisasinya bernama Dewan Pers Indonesia maka itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) UU Pers. “Berdasaran hal tersebut Dewan Pers Indonesia, organisasi atau forum organisasi pers yang menjadi anggotanya tidak memerlukan penetapan dari presiden dalam bentuk keputusan presiden. Dan tidak ditangapinya permohonan penetapan anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif yang melanggar UUD 1945 melainkan suatu tindakan yang telah sesuai dengan hukum yang berlaku,” urainya.


Pada kesempatan yang sama, Anggota Majelis Hakim Saldi Isra meminta kepada pihak pemerintah supaya Mahkamah Konstitusi diberi tambahan keterangan terutama tentang risalah pembahasan terkait dengan perumusan konstruksi Pasal 15 Ayat (2) dan ayat (3) UU Pers.  “Kami perlu tahu apa yang disampaikan oleh para penyusun UU itu. Karena kami khawatir bisa saja apa yang dikemukakan oleh pemerintah adalah pemahaman tentang hari ini. Oleh karena itu kami (perlu) dibantu agar tidak terjadi keterputusan semangat yang ada dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Pers tersebut untuk membantu kami secara komprehensif memahami dua norma yang diuji materi oleh pemohon,” tandasnya. 


Sementara Anggota Majelis Hakim Suhartoyo menanggapi langsung pernyataan pemerintah yang mempertanyakan legal standing pemohon. “Sebenarnya kami tidak begitu memerlukan keterangan soal legal standing yang disampaikan pemerintah karena itu menjadi wilayah mahkamah untuk mencermati dan menilai. Tapi sebagiamana keterangan dari Presiden itu selalu mempersoalkan pada legal standing padahal diperlukan sesungguhnya adalah substansi dari pada yang dipersoalkan atau norma yang dipersoalkan oleh pemohon itu,” kata Suhartoyo. 


Karena sudah mengaitkan dengan legal standing maka, Suhartoyo mempertanyakan, bagaimana kementerian Kominfo ikut mengendalikan soal organisasi pers ini. “Karena hal itu penting untuk kaitannya dengan legal standing yang dipersoalkan di keterangan presiden itu. Bisa ditambahkan organsiasi apa saja yang kemudian terdaftar dan memenuhi, persyaratan bagaimana respon pemerintah dengan organisasi yang menurut saya itu ada beberapa yang memang di luar itu. Apakah kemudian tetap diserahkan kepada dewan pers melalui konsensusnya itu ataukah ada persyaratan yang secara yuridis tidak terpenuhi,” ungkapnya.


Sedangkan Ketua Majelis Hakim Anwar Usman mengatakan, keterangan pemerintah sudah cukup lengkap. “Dan ini tumben dilampiri dengan daftar bukti pemerintah yang berupa memori fantulikting yang dikaitkan dengan apa yang diujikan,” ujar Usman. 


Usman juga meminta pihak terkait Dewan Pers untuk memberi keterangan terkait praktek dewan pers selama ini. “Mahkamah meminta dijelaskan praktek selama ini dan bagimana keunggulan kelebihan yang selama ini terjadi dalam rangka Dewan Pers itu bisa menjadi satu garda terdepan dalam rangka menjaga pemberitaan yang dilakukan media cetak maupun elektronik, dan media sosial bisa betul-betul mengawal berita-berita yang bertanggungjawab, objektif, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (bukan) berita yang malah bisa merusak kohesi nasional selama ini,”ujarnya. 


Daniel Yusman, Angota Majelis Hakim lainnya, juga meminta penjelasan pemerintah dan pihak terkait mengenai jumlah perusahaan pers dan jumlah organsiasi pers. Selain itu Yusman meminta keterangan mengenai sejarah sejak perubahan UU Pers apakah pernah tidak di SK kan oleh Presiden, atau selama ini setelah perubahan selalu ada SK Presiden terkait pengakatan anggota Dewan Pers. 


“Karena dalam permohonan pemohon semangatnya berharap presiden hanya menjalankan fungsi administratif jadi tidak ada kewenangan untuk tidak mengeluarkan SK Presiden,” ujarnya.


Menanggapi keterangan Presiden, Hence Mandagi selaku pemohon membantah pernyataan pemerintah bahwa bahwa sejak UU Pers berlaku selama 22 tahun tidak ada pemohon yang mempermasalahkan ketentuan a quo namun begitu ada implementasi yang tidak menguntungkan para pemohon maka baru mengajukan uji materi. “Faktanya organisasi dan wartawan sering melakukan protes atas kebijakan dan peraturan Dewan Pers baik di Gedung DPR RI maupun di depan Gedung Dewan Pers. Dan memuncak pada tahun 2018 lalu. Bahkan pelaksanaan Musyawarah Besar Pers Indonesia 2018 dan Kongres Pers Indonesia 2019, termasuk gugatan di PN Jakata Pusat adalah wujud protes terhadap kebijakan Dewan Pers yang banyak menyebabkan terjadinya kriminalisasi pers di berbagai daerah, dan termasuk protes terhadap peraturan Dewan Pers yang mengambil alih kewenangan organisasi pers,” ungkap Mandagi.


Bahwa pemerintah juga mengungkapkan telah ada keputusan sengketa pers yang sudah berkekuatan hukum tetap hingga ke tingkat Pengadilan Tinggi atas gugatan yang diajukan Ketum SPRI Hence Mandagi dan Ketum PPWI Wilson Lalengke, sesunguhnya ada informasi yang tidak diungkap secara utuh oleh pemerintah bahwa Keputusan Majelis Hakim tingkat Pengadilan Tinggi memang tidak mengabulkan gugatan pemohon namun telah menerima permohonan penggugat untuk membatalkan keputusan majelis hakim tingkat PN yang menyatakan peraturan Dewan Pers adalah merupakan peraturan perundang-undangan. “Kami tidak memilih kasasi ke Mahkamah Agung RI karena syarat pembatalan sebuah peraturan lembaga di Mahkamah Agung adalah peraturan tersebut harus merupakan peraturan perundang-undangan dan masuk dalam lembar negara. Sementara peraturan Dewan Pers bukan peraturan perundangan karena sudah dibatalkan di tingkat PN dan peraturan Dewan Pers tidak ada dalam lembar negara yang bisa dibatalkan oleh MA,” katanya lagi.


Sementara pernyataan Presiden bahwa pelaksanaan pemilihan Anggota Dewan Pers Indonesia tidak ada cerminan dari pasal aquo karena dilakukan tanpa menggunakan perwakilan unsur melainkan hanya berdasarkan Kongres Pers yang demokratis, menurut Mandagi adalah tidak benar. “Pelaksanaan pemilihan anggota Dewan Pers Indonesia pada Kongres Pers dilakukan berdasarkan pengusulan nama-nama calon yang mewakili unsur wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan, pimpinan perusahaan pers yang dipilih organsiasi perusahaan pers, dan  tokoh masyarakat, ahli di bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Buktinya dalam daftar anggta Dewan Pers terdapat nama-nama yang berasal dari tokoh masyarakat dan ahli di bidang komunikasi, salah satunya adalah pakar komunikasi Emrus Sihombing,” papar Mandagi. 


Pemohon lainnya, Soegiharto Santoso usai persidangan mengatakan, pihaknya memberi apresiasi atas kehadiran Presiden melalui keterangan tertulis yang disampaikan oleh kuasa hukum Menteri Kominfo dan Menkumham RI. 


“Saya menilai apa yang sudah disampaikan Presiden makin memperjelas bahwa kewenangan membuat peraturan pers ada pada organisasi-organisasi pers bukan oleh Dewan Pers. Jadi selama ini peraturan Dewan Pers yang mengatasnamakan konsensus dengan para pimpinan organisasi pers seharusnya tidak boleh diterjemahkan menjadi peraturan Dewan Pers. Seharusnya konsensus itu harus diterapkan dan ditetapkan dengan Surat Keputusan oleh masing-masing organisasi pers menjadi Peraturan Pers secara serentak dan seragam di seluruh organisasi pers termasuk kode etik jurnalistik,” ungkap Soegiharto yang juga menjabat Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Indonesia, serta sempat menjadi ketua panitia kongres Pers Indonesia tahun 2019 di Gedung Asrama Haji Pondok Gede Jakarta. 


Namun menurut Hoky sapaan akrabnya, dalam prakteknya Dewan Pers justru membuat konsensus itu menjadi peraturan Dewan Pers dan menerapkannya kepada seluruh organisasi pers, kemudian menghilangkan hak organisasi pers untuk memilih dan dipilih menjadi anggota Dewan Pers dengan cara menentukan secara sepihak organisasi pers yang jadi konstituennya. “Hampir seluruh organisasi pers yang membuat konsensus dinyatakan secara sepihak oleh Dewan Pers bukan lagi sebagai konstituennya sehingga tidak berhak lagi mengajukan calon dan memilih anggota Dewan Pers,” ungkap Hoky mengurai fakta sejarahnya.


Sementara itu, di luar persidangan, Ketua Persatuan Wartawan Mingguan Indonesia Gusti Suryadarma yang ikut menyaksikan jalannya persidangan melalui chanel youtube MK, mengatakan, pemerintah kelihatan jelas tidak tahu apa yang terjadi di insan pers Indonesia selama ini. Pemerintah menurutnya, tidak tahu ada kezaliman, ketidakadilan, dan ketidakpastian hukum, dan bahkan cenderung ke arah pelanggaran hukum. “Pemerintah mengatakan Dewan Pers menjalankan fungsinya sesuai UU Pers, namun pemerintah tidak tahu bahwa Dewan Pers sudah berubah fungsi menjadi eksekutor yang mengakibatkan kerugian materi berbagai pihak dan bahkan terjadi kriminalisasi wartawan dan perpecahan insan pers nasional. Kebijakan Dewan Pers yang melampaui kewenangannya siapa yang bertanggung-jawab? Makanya Pasal 15 UU Pers perlu direvisi,” kata Gusti.


Sidang lanjutan perkara nomor 38/PUU-XIX/2021 akan dilaksanakan pada Selasa 9 November 2021 jam 11.00 wib untuk mendengarkan keterangan pihak DPR RI dan pihak terkait Dewan Pers. **

LSP Pers Indonesia Jalani Proses Asesmen Penuh oleh BNSP

By On Sabtu, Oktober 09, 2021


Ketua Tim Full Assesment dari BNSP, Muhammad Najib menyerahkan berkas hasil asesmen penuh kepada Ketua LSP Pers Indonesia Hence Mandagi di kantor LSP Sabtu (09/10/2021)


Jakarta, prodeteksi.com----Setelah melewati proses administrasi yang cukup panjang,  Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia akhirnya mendapat giliran dikunjungi  Tim Pelaksana dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk melakukan full assessment atau asesmen penuh. 



Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan berkas tahapan akhir menuju pemberian lesensi ini  dilaksanakan pada Sabtu, (09/10) 2021 di ruang rapat kantor LSP Pers Indonesia. 


Dipimpin langsung Ketua Tim Muhammad Najib, Erlin Febriani selaku Anggota, dan 

Muhammad Syikab Adrie sebagai Observer, pelaksanaan asesmen penuh berjalan cukup lancar. 


Tim dari BNSP juga mendapat sejumlah temuan ketidaksesuaian berkas dokumen yang disiapkan LSP Pers Indonesia, di antaranya ada satu dokumen yang bersifat mayor. "Dari hasil pemeriksaan kami ada beberapa dokumen yang menjadi temuan hanya bersifat minor dan harus diperbaiki serta dilengkapi. Sementara satu dokumen bersifat mayor sehingga harus dilaksanakan atau dipenuhi," ujar Muhammad Najib sebelum menyerahkan hasil asesmen penuh kepada Ketua LSP Pers Indonesia Hence Mandagi yang disaksikan seluruh pengurus lengkap LSP Pers Indonesia. 


Temuan tersebut, lanjut Najib, wajib diperbaiki paling lambat 1 bulan sejak asesmen penuh dilaksanakan. 




Sedangkan, anggota tim lainnya, Erlin Febriani mengatakan, pihaknya siap menerima berkas dokumen LSP Pers Indonesia yang sudah diperbaiki. "Semoga lebih cepat lebih baik agar kami selaku tim pemeriksa bisa segera memproses berkas LSP Pers yang sudah lengkap, untuk diteruskan ke komisioner BNSP agar bisa dibahas ke rapat pleno pemberian lisensi," ujarnya. 


Menanggapi hasil asesmen penuh tersebut, Ketua LSP Pers Hence Mandagi mengaku bangga, karena hasil temuan tidak terlalu banyak dan sebagian besar hanya bersifat minor, meski ada satu temuan yang bersifat mayor. "Kami akan segera memperbaiki dokumen yang menjadi temuan asesor lisensi dari BNSP dan sesegera mungkin akan menyerahkan berkas tersebut ke BNSP," tutur Mandagi. 


Sementara, Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Soegiharto Santoso menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas respon positif dari Ketua dan para Komisioner BNSP yang memberi kesempatan kepada LSP Pers untuk mengikuti tahap akhir asesmen penuh. 


"Semoga apa yang dinanti-nantikan wartawan se Indonesia untuk sertifikasi kompetensi melalui BNSP dan bersertifikat resmi akan segera terwujud jika LSP Pers bisa lolos full assesment ini, dan lisensi LSP kami segera disetujui," ungkap Hoky sapaan akrabnya. 


Turut hadir dalam pelaksanaan asesmen penuh ini, Anggota Dewan Pembina Juniarto, Manager Mutu Jimy Wibowo, Manajer Sertifkasi Dhoni Kusmanhadji, Komite Skema Maghfur, Manajer Standarisasi Chaidar Sulaiman, Manajer Administrasi Tri Cahyandi Terasnanda, Manajer Pemasaran dan Keuangan Meytha Kalalo, dan asesor Vincent Suriadinata, Abdulrahman, serta Ketua Umum JNI merangkap asesor Hendri Kampai. ***

Presiden, DPR, dan DP  akan Beri Keterangan di MK  Terkait Uji Materi Pasal 15 UU Pers

By On Senin, September 27, 2021

 



Jakarta, prodeteksi.com-----Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Dewan Pers (DP) dipastikan bakal hadir memberikan keterangan pada sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam perkara: Nomor 38/PUU-XIX/2021 pada 11/10/2021.  


Kepastian itu disampaikan Panitera MK melalui surat panggilan sidang yang ditujukan kepada kuasa hukum pemohon tertanggal 27/9/2021. 

 


Sidang lanjutan uji materi Pasal 15 ayat (2) huruf f dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, akan berlangsung pada 11/10/2021 pukul 11 siang di ruang Sidang Pleno lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta dan alan disiarkan secara langsung melalui chanel youtube resmi milik Mahkamah Konstitusi. 




Kuasa hukum pihak pemohon Vincent Suriadinata membenarkan surat panggilan yang dilayangkan MK melalui surat nomor 344.38/PUU/PAN.MK/PS/09/2021 yang ditandatangani Panitera Muhidin. 


"Kami sangat mengapresiasi keputusan majelis hakim yang akan mendengarkan keterangan dari Presiden, DPR, dan Dewan Pers pada sidang nanti. Ini makin memperjelas uji materi  UU Pers yang diajukan pemohon," ujar Vincent. 


Sementara itu, Hence Mandagi selaku salah satu pemohon mengatakan, keterangan pihak presiden dan DPR, serta Dewan Pers selaku pihak terkait sangat penting untuk bahan pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara UU Pers ini. "Saya berharap dari keterangan 3 pihak yang dihadirkan dalam sidang nanti akan menambah keyakinan majelis hakim untuk mengabulkan permohonan kami," kata Mandagi yang juga menjabat Ketua Dewan Pers Indonesia dan Ketua LSP Pers Indonesia. ***


  Heince Mandagi, "Kementerian Pendidikan Bubarkan BSNP Bukan BNSP"

By On Jumat, September 03, 2021


 Heince Mandagi, Ketua LSP Pers Indonesia


Jakarta, prodeteksi.com----Baru-baru ini Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) resmi dibubarkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim pada 23 Agustus 2021. Pembubaran BSNP ini dan posisinya kini diganti dengan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP). Kebijakan Menteri Nadim Makarim ini sebetulnya tidak ada permasalahan serius. Namun akibat pemberitaan di sejumlah media yang keliru membuat penjudulan terkait singkatan nama lembaga BSNP menjadi BNSP ternyata cukup menciptakan opini yang salah di masyarakat. 


 singkatan lembaga BNSP yang ditulis pada judul pemberitaan tersebut menyebabkan sejumlah pelaku sertifikasi profesi di Indonesia, termasuk pengurus Lembaga Sertifikasi Profesi Pers Indonesia awalnya cukup terkejut. Hal itu karena tidak ada persoalan tiba-tiba BNSP diberitakan dibubarkan. Namun setelah membaca isi beritanya ternyata ada kesalahan penulisan singkatan lembaga BSNP menjadi BNSP. 


“Jadi yang dibubarkan itu ternyata BSNP atau Badan Standar Nasional Pendidikan bukan BNSP atau Badan Nasional Sertifikasi Profesi,” ungkap Heince Mandagi, Ketua LSP Pers Indonesia melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi  (2/9/2021).  


Mandagi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRI) juga mengatakan, sebagai implementasi fungsi pers sebagai alat kontrol sosial maka informasi yang agak keliru dan terlanjur terpublikasi ke masyarakat pembaca perlu diluruskan. 


Untuk itu sebagai pihak dari LSP Pers yang sedang mengurus lisensi di BNSP, Mandagi merasa perlu untuk ikut meluruskan informasi tersebut. Dan mengenai hal itu telah dikonfirmasi ke salah satu Komisioner BNSP Henny Widyaningsih pada (2/9/2021) di Jakarta. Menurut Heny bahwa kesalahan penulisan BSNP menjadi BNSP peru diluruskan informasinya. “Saya berharap teman-teman pers bisa ikut membantu meluruskan informasi tersebut,” ujar Henny.  


Sebelumnya, ramai diberitakan, keberadaan BSNP sebagai badan standardisasi resmi telah dibubarkan oleh Pemerintah melalui Permendikbudristek Nomor. 28/2021 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.***

Persoalan UKW dan Verifikasi Media DP Terungkap di Sidang MK

By On Rabu, Agustus 25, 2021

 

 Sidang perdana uji materil di ruang sidang utama Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada Rabu, 25/8/2021 


Jakarta, prodeteksi.com---Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat meminta pihak principal atau pemohon untuk menguraikan persoalan Uji Kompetensi Wartawan dan Verifikasi Perusahaan Pers yang dianggap bermasalah dan merugikan hak konstitusional para pemohon sebagai saran dan masukan majelis untuk keperluan perbaikan permohonan uji materiil Pasal 15 ayat (2) huruf f dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 


Hal itu disampaikannya usai mendengar penjelasan pihak pemohon dalam sidang perdana uji materil di ruang sidang utama Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada Rabu, 25/8/2021 siang. 


“Nanti itu dinarasikan dan didiskusikan dengan kuasa hukum supaya bisa dituangkan dalam perbaikan permohonan supaya narasinya lengkap, karena  kesimpangsiuran itulah yang disebabkan oleh pasal 15 itu kan,” tandas Hidayat usai memberi arahan kepada pihak pemohon. 


Sementara Kuasa Hukum Pemohon Umbu Rauta sempat menjelaskan kepada Majelis Hakim MK bahwa sebagai dampak dari tafsir Pasal 15 Ayat 2 Huruf F terutama frasa memfasilitasi maka Dewan Pers itu mengambil alih peranan sebagai pembentuk peraturan pers. “Sementara jika ditafsirkan makna memfasilitasi organisasi pers, menurut pemohon maka kewenangan menyusun peraturan pers itu ada pada organisasi pers, bukan pada Dewan Pers. Sehingga dampaknya munculah peraturan-peraturan Dewan Pers yang menurut organisasi pers melampaui kewenangannya,” urai Umbu kepada Majelis Hakim. 




Pada kesempatan yang sama, Heintje Mandagi selaku pemohon juga sempat memberi penjelasan tentang Peraturan Dewan Pers yang digunakan sebagai salah dasar pembuatan sejumlah Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah terkait kerja sama media yang intinya hanya menerima media atau perusahaan pers yang sudah terverifikasi Dewan Pers serta pimpinan redaksinya harus mengantongi sertifikat UKW versi Dewan Pers bukan Badan nasional Sertifikasi Profesi.  


Sementara Soegiharto Santoso membeberkan bahwa pihaknya sudah mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi yang sesuai ketentuan melalui BNSP sejak 2019 lalu. “Kami menjadi pioner dalam mendirikan LSP Pers yang akan mendapatkan lisensi dari BNSP,” ujar Hoky sapaan akrabnya. 


Anggota Majelis Hakim perkara: Nomor 38/PUU-XIX/2021 terdiri dari Manahan M. P. Sitompul, dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Turut hadir dalam persidangan secara daring atau online, Heintje Grontson Mandagie sebagai Pemohon I, Hans M Kawengian sebagai Pemohon II, dan Soegiharto Santoso sebagai Pemohon III. 


Hakim MK memberi kesempatan kepada pihak pemohon untuk melengkapi dan memperbaiki permohonan terhitung 14 hari ke depan. Sidang lanjutan akan dilaksanakan pada 7 September 2021 mendatang. 


Para Kuasa Hukum Pemohon terdiri dari DR. Umbu Rauta, SH., M.Hum., Hotmaraja B. Nainggolan, SH., Nimrod Androiha, S.H., Christo Laurenz Sanaky, S.H. dan Vincent Suriadinata, S.H., M.H. 


Pada awal sidang ini kuasa hukum Vincent Suriadinata, S.H., M.H. dan Christo Laurenz Sanaky, S.H. secara bergantian membacakan isi permohonan sampai pada petitum. ****

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *